WAWACAN
Pengertian wawacan sendiri berasal dari kata “waca” yang mengandung arti “membaca” atau dibaca. Wawacan dalam bahasa sunda merupakan karya sastra sampiran yang bagiannya mengikuti pola patokan pupuh.
Cerita wawacan pada umumnya panjang, sebab terdiri dari banyak pelaku atau penokohan dan jalan caritanya yang relatif banyak terdapat bagian-bagianya. Wawacan sendiri termasuk dalam bentuk karya fiksi yang dalam cerita merupakan rekaan atau imajinasi dari pengarangnya.
Dalam sastra sunda, wawacan termasuk kedalam puisi yang isinya merupakan sebuah cerita. Conto lain puisi sunda yang merupakan suatu cerita yaitu seperti wawacan dan juga carita pantun. Sedangkan untuk contoh puisi sunda yang isinya tidak merupakan cerita yaitu seperti sajak, guguritan, mantra dan sisindiran.
Wawacan merupakan bentuk puisi yang terikat oleh aturan, dan aturan ini adalah pupuh. Ada 17 aturan pupuh yang dibagi menjadi dua kelompok, nyaitu Sekar Ageung dan Sekar Alit. Dalam aturan pupuh Sekar Ageung ada 4 rupa patokan pupuh, sedangkan dalam Sekar Alit ada 13 rupa patokan pupuh.
Sejarah Wawacan
Jika dilihat dari sejarahnya wawacan itu berasal dari Jawa (Kerajaan Mataram), masuknya wawacan di tatar sunda berkat pengaruh kekuasaan Mataram pada abad ke-17 M, bersamaan dengan itu juga menjadi awal masuknya bahasa jawa ke wilayah Jawa Barat hingga sampai ke pertengahan abad ke-19.
Wawacan adalah bentuk karya sastra yang sangat populer pada abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20. Sebelum orang Sunda mengenal bentuk penulisan prosa, hampir semua bentuk tulisan disusun dalam bentuk puisi wawacan dan dangding, yang dikarang menggunakan aturan pupuh.
Struktur Wawacan
Struktur Wawacan jika dilihat dari cara penyusunannya, wawacan mempunyai struktur saperti berikut ini:
1. Manggalasastra (alofon):
Isinya meminta izin, memuji, dan ucap rasa syukur dari penulis kepada sang maha kuasa termasuk ucapan sholawat kepada nabi dan rosul.
Contoh struktur manggalasastra misalnya yang terdapat pada wawacan Rengganis, yang ditulis pengarang.
2. Isi cerita:
Bagian awal mula cerita hingga akhir atau tamatnya cerita
3. Bagian penutup (kolofon):
Isinya berupa awal mula ditulisnya wawacan tersebut
Contonya pada Wawacan Panji Wulung, pada struktur penulisan Kolofon ini sebagai berikut:
-- Contoh Wawacan Panji Wulung --
Sebuah wawacan yang menjadi awal berkembangnya modernitas di kalangan orang sunda adalah Wawacan yang berjudul Panji Wulung yang ditulis oleh R.H. Moehamad Moesa, Penghulu Kabupaten Garut pada saat jaman kolonial.
Wawacan Panji Wulung terbit pertama kali pada 1876 dalam huruf latin. Ada juga edisi yang dicetak dalam aksara cacarakan. Kedua edisi itu mengalami cetak ulang berkali-kali dan sangat digemari oleh anak sekolah. Ada pula edisi terjemahannya dalam bahasa Jawa dan Madura.
Terakhir kali wawacan ini dicetak ulang pada 1991 atas upaya Ajip Rosidi. Di Garut saat ini, Panji Wulung digunakan sebagai nama salah satu ruas jalan di pusat kota.
Saking terkenalnya, banyak petikan dari wawacan ini digunakan oleh guru-guru untuk mengajarkan pupuh di sekolah. Salah satu di antaranya bait yang menceritakan Panji Wulung bertemu pimpinan Begal yang bernama Jayapati dalam pupuh Pangkur, yang lengkapnya berbunyi:
“Seja nyaba ngalala, ngitung lembur ngajajah milangan kori, henteu puguh nu dijugjug, balik Paman sadaya, nu ti mana tiluan semu rarusuh, lurah begal ngawalonan, aing ngaran Jayapati.”
Contoh Ringkasan Wawacan Panji Wulung
Unsur intrinsik Wawacan Panji Wulung
6. Amanat:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar